BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sebagaimana diketahui bahwa
masyarakat merupakan salah satu miniatur pemerintahan sebuah negara.Karena di
masyarakatlah sebuah sistem keteraturan diberlakukan.Sistem keteraturan yang
dimaksud adalah tata nilai yang masih dipertahankan seperti etika dan moral
dalam cakupan agama. Bersentuhan dengan nilai dalam
ajaran agama, maka masyarakat perlu mengetahui dan mengerti dengan benar
persepsi terhadap penyampai ajaran agama tersebut.Secara sederhana dalam Islam
penyampaian ajaran agama biasanya disebut dakwah dan
orang yang berperan sebagai penyampai ajarannya disebut Da’i.
Di
kalangan umat muslim sendiri sebutan Da’i sudah memasyarakat. Sosok da’i mereka
kenal sebagai orang yang mengerti dan memahami betul seluk beluk ajaran agama
Islam.Bukan hanya itu, melalui prilaku keseharian Da’i yang patut diteladani
oleh masyarakat.Misalnya peduli dengan keresahan dan kebimbangan masyarakat
dalam memaknai kehidupan beragama. Dan diharuskan setiap muslim
hendak menyampaikan dakwah secara profesional seyogyanya memiliki kepribadian
yang baik untuk menentukan keberhasilan suatu dakwah, dari keprbadian yang
bersifat rohani maupun yang bersifat fisik.
BAB II
CITRA DA’I DIMATA MASYARAKAT
2.1
PENGERTIAN CITRA DA’I
Secara bahasa
citra dapat diartikan sebagai gambar atau gambaran, sedangkan secara istilah
citra adalah gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan,
organisasi, maupun produk atau citra dapat juga diartikan suatu kesan kuat yang melekat pada banyak orang
tentang seseorang, sekelompok orang atau tentang suatu institusi.
Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa citra da’i adalah orang
yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik
secara individu kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (mubaligh) atau
istilah lain orang yang menyampaikan ajaran islam dengan kesan kuat yang
melekat pada banyak orang tentang seseorang, sekelompok orang atau tentang
suatu institusi secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik
atau berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa
orang tersebut adalah sosok yang baik dan hebat.
Seseorang
yang secara konsisten dan dalam waktu yang lama berperilaku baik atau
berprestasi menonjol maka akan terbangun kesan pada masyarakatnya bahwa orang
tersebut adalah sosok yang baik dan hebat. Sebaliknya jika seseorang dalam
kurun waktu yang lama menampilkan perilaku yang tidak konsisten, maka akan
tertanam kesan buruk orang tersebut di dalam hati masyarakatnya. Dalam
perspektif ini maka citra dapat dibangun. Orang yang ingin memiliki citra baik
di dalam keluarganya atau di lingkungannya, maka ia harus bisa menunjukan
sebagai orang baik secara konsisten.
Citra
atau kesan terbangun melalui proses komunikasi interpersonal dimana orang
banyak mempersepsi kepada kita atau sebaliknya. Citra dipersoalkan biasanya
hanya pada seseorang yang secara sosial menonjol kedudukannya.Meski demikian
tidak semua perbuatan dipersepsi secara tidak benar, karena persepsi dipengaruhi
oleh banyak faktor.
Sedangkan Da’i itu adalah orang yang melaksanakan
dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik secara individu
kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga (mubaligh) atau istilah lain
atau orang yang menyampaikan ajaran islam.
Mengingat semua itu, maka dakwah yang sungguhnya
sangat mengharuskan da’i-da’i agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran
yang akan didakwahinya., mempunyai wawasan yang berwawasan luas dan
berkemampuan mengesankan serta menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam hati
setiap umat islam.
2.2 SISTEM KOMUNIKASI INTERPERSONAL
a. pengertian komunikasi interpersonal menurut para
ahli
1)
Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian
pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok
kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan
umpan balik segera.
2)
Menurut Effendi, pada hakekatnya komunikasi interpersonal
adalah komunikasi antar komunikator dengan komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam
upaya mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang
dialogis berupa percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator
mengetahui tanggapan komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi
dilancarkan, komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif
atau negatif, berhasil atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada
komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
3) R Wayne Pace mengatakanbahwakomunikasi
interpersonal adalah Proses komunikasi yang berlangsung antara 2 orang atau
lebih secara tatap muka.
Jadi dapat kita simpulkan bahwa Komunikasi
interpersonal adalah proses penyampaian pesan yang
terjadi antara satu orang komunikator dengan satu orang atau lebih komunikan
baik secara verbal maupun non verbal.
b. Ciri –ciri Komunikasi Interpersonal
1)
Komunikasi
interpersonal biasanya terjadi secara spontan dan tanpa tujuanterlebih
dahulu. Maksudnya, bahwa biasanya komunikasi interpersonalterjadi secara
kebetulan tanpa rencana sehingga pembicaraan terjadi secaraspontan.
2)
Komunikasi
interpersonal mempunyai akibat yang direncanakan maupun tidak terencana.
3)
Komunikasi
interpersonal biasanya berlangsung berbalasan. Salah satucirri khas komunikasi
interpersonal adalah adanya timbale balik bergantiandalam saling member maupun
menerima informasi antara komunikatordan komunikan secara bergantian sehingga
tercipta suasan dialogis.
4)
Komunikasi
interpersonal biasanya dalam suasana kedekatan ataucenderung menghendaki
keakraban. Untuk mengarh kepada suasanakedekatan atau keakraban tentunya kedua
belah pihak yaitu komunikatordan komunikan harus berani membuka hati, siap
menerimaketerusterangan pihak lain.
5)
Komunikasi
interpersonal dalam pelaksanaannya lebih menonjol dalampendekatan psikologis
daripada unsure sosiologisnya. Hal ini karena adanya unsur kedekatan atau
keakraban yang terbatas pada dua ataudengan paling banyak tiga individu saja
yang terlibat. Sehingga faktor-faktor yang mempengruhi kejiwaan seseorang lebih
mudah terungkapdalam komunikasi tersebut.
c. Tujuan Komunikasi Interperonal
1)
Menemukan
Diri Sendiri
Salah satu
tujuan komunikasi interpersonal adalah menemukan personal atau pribadi. Bila
kita terlibat dalam pertemuan interpersonal dengan orang lain kita belajar
banyak sekali tentang diri kita maupun orang lain.
Komunikasi interpersonal memberikan kesempatan kepada kita untuk
berbicara tentang apa yang kita sukai, atau mengenai diri kita. Adalah sangat
menarik dan mengasyikkan bila berdiskusi mengenai perasaan, pikiran, dan
tingkah laku kita sendiri. Dengan membicarakan diri kita dengan orang lain,
kita memberikan sumber balikan yang luar biasa pada perasaan, pikiran, dan
tingkah laku kita.
2)
Menemukan
Dunia Luar
Hanya komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih
banyak tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. Banyak
informasi yang kita ketahui datang dari komunikasi interpersonal, meskipun
banyak jumlah informasi yang datang kepada kita dari media massa hal itu
seringkali didiskusikan dan akhirnya dipelajari atau
didalami melalui interaksi interpersonal.
3)
Membentuk
Dan Menjaga Hubungan Yang Penuh Arti
Salah
satu keinginan orang yang paling besar adalah membentuk dan memelihara hubungan
dengan orang lain. Banyak dari waktu kita pergunakan dalam komunikasi
interpersonal diabadikan untuk membentuk dan menjaga hubungan sosial dengan
orang lain.
4)
Berubah
Sikap Dan Tingkah Laku
Banyak waktu kita pergunakan untuk mengubah sikap dan tingkah laku
orang lain dengan pertemuan interpersonal. Kita boleh menginginkan mereka
memilih cara tertentu, misalnya mencoba diet yang baru, membeli barang
tertentu, melihat film, menulis membaca buku, memasuki bidang tertentu dan
percaya bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kita banyak menggunakan waktu waktu terlibat dalam posisi interpersonal.
5)
Untuk
Bermain Dan Kesenangan
Bermain
mencakup semua aktivitas yang mempunyai tujuan utama adalah mencari kesenangan.
Berbicara dengan teman mengenai aktivitas kita pada waktu akhir pecan,
berdiskusi mengenai olahraga, menceritakan cerita dan cerita lucu pada umumnya
hal itu adalah merupakan pembicaraan yang untuk menghabiskan waktu. Dengan
melakukan komunikasi interpersonal semacam itu dapat memberikan keseimbangan
yang penting dalam pikiran yang memerlukan rileks dari semua keseriusan di
lingkungan kita.
6)
Untuk
Membantu Orang Lain dalam Berkomunikasi
Ahli-ahli kejiwaan, ahli psikologi klinis dan terapi menggunakkan
komunikasi interpersonal dalam kegiatan profesional mereka untuk mengarahkan
kliennya. Kita semua juga berfungsi membantu orang lain dalam interaksi
interpersonal kita sehari-hari. Kita berkonsultasi dengan seorang teman yang
putus cinta, berkonsultasi dengan mahasiswa tentang mata kuliah yang sebaiknya
diambil dan lain sebagainya.
d. Efektifitas Komunikasi Intelektual
1) Keterbukaan (Openness)
Kualitas
keterbukaan mengacu pada sedikitnya tiga aspek dari komunikasi interpersonal.
Pertama, komunikator interpersonal yang efektif harus terbuka kepada orang yang
diajaknya berinteraksi. Ini tidaklah berarti bahwa orang harus dengan segera membukakan
semua riwayat hidupnya, memang ini mungkin menarik, tapi biasanya tidak
membantu komunikasi. Sebaliknya, harus ada kesediaan untuk membuka diri
mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan, asalkan pengungkapan diri
ini patut.
Aspek keterbukaan yang kedua mengacu kepada kesediaan komunikator
untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Orang yang diam,
tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya merupakan peserta percakapan yang
menjemukan. Kita ingin orang bereaksi secara terbuka terhadap apa yang kita
ucapkan, dan kita berhak mengharapkan hal ini, tidak ada yang lebih buruk
daripada ketidak acuhan, bahkan ketidaksependapatan jauh lebih menyenangkan.
Jadi terbuka dalam pengertian ini adalah mengakui bahwa perasaan
dan pikiran yang anda lontarkan adalah memang milik anda dan anda
bertanggungjawab atasnya.
2) Empati (empathy)
Henry Backrack
(1976) mendefinisikan empati sebagai ”kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain
pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu melalui kacamata
orang lain itu. Bersimpati, di pihak lain adalah merasakan bagi orang lain atau
merasa ikut bersedih. Sedangkan berempati adalah merasakan sesuatu seperti
orang yang mengalaminya, berada di kapal yang sama dan merasakan perasaan yang
sama dengan cara yang sama.
Orang yang empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang
lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa
mendatang.
Kita dapat mengkomunikasikan empati baik secara verbal maupun non
verbal. Secara nonverbal, kita dapat mengkomunikasikan empati dengan
memperlihatkan:
a.
Keterlibatan
aktif dengan orang itu melalui ekspresi wajah dan gerak-gerik yang sesuai
b.
konsentrasi
terpusat meliputi komtak mata, postur tubuh yang penuh perhatian, dan kedekatan
fisik, serta
c.
sentuhan
atau belaian yang sepantasnya.
3) Sikap mendukung (supportiveness)
Hubungan
interpersonal yang efektif adalah hubungan dimana terdapat sikap mendukung
(supportiveness). Suatu konsep yang perumusannya dilakukan berdasarkan karya
Jack Gibb. Komunikasi yang terbuka dan empatik tidak dapat berlangsung dalam
suasana yang tidak mendukung.
4) Sikap positif (positiveness)
Kita
mengkomunikasikan sikap positif dalam komunikasi interpersonal dengan
sedikitnya dua cara: pertama, menyatakan sikap positif dan kedua, secara
positif mendorong orang yang menjadi teman kita berinteraksi. Sikap positif
mengacu pada sedikitnya dua aspek dari komunikasi interpersonal. Pertama,
komunikasi interpersonal terbina jika seseorang memiliki sikap positif terhadap
diri mereka sendiri. Kedua, perasaan positif untuk situasi komunikasi pada
umumnya sangat penting untuk interaksi yang efektif. Tidak ada yang lebih
menyenangkan daripada berkomunikasi dengan orang yang tidak menikmati interaksi
atau tidak bereaksi secara menyenangkan terhadap situasi atau suasana interaksi.
5) Kesetaraan (Equality)
Dalam setiap
situasi, barangkali terjadi ketidaksetaraan. Salah seorang mungkin lebih
pandai, lebih kaya, lebih tampan atau cantik, atau lebih atletis daripada yang
lain. tidak pernah ada dua orang yang benar-benar setara dalam segala hal.
Terlepas dari ketidaksetaraan ini, komunikasi interpersonal akan lebih efektif
bila suasananya setara. Artinya, harus ada pengakuan secara diam-diam bahwa
kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak
mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam suatu hubungan
interpersonal yang ditandai oleh kesetaraan ketidak-sependapatan dan konflik
lebih dillihat sebagai upaya untuk memahami perbedaan yang pasti ada daripada
sebagai kesempatan untuk menjatuhkan pihak lain.kesetaraan tidak mengharuskan
kita menerima dan menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan nonverbal
pihak lain. Kesetaraan berarti kita menerima pihak lain, atau menurut istilah
Carl rogers, kesetaraan meminta kita untuk memberikan ”penghargaan positif tak
bersyarat” kepada orang lain.
e.
Proses
komunikasi interpersonal
1.
Encoding
adalah suatu aktivitas internal pada diri komunikator untuk menciptakan pesan
melalui pemilihan simbol-simbol verbal dan non verbal, yang disusun berdasarkan
aturan-aturan tata bahasa, serta disesuaikan dengan karakteristik komunikan. Komunikan
menerima pesan. Aktivitas yang dikerjakan komunikan ialah decoding.
2.
Decoding
merupakan kegiatan internal dalam diri komunikan. Melalui
indera, ia mendapatkan macam-macam data dalam bentuk “mentah”,
berupa kata-kata dan simbolsimbol yang harus diubah kedalam
pengalamanpengalaman yang mengandung makna. Decoding adalah proses memberi
makna.
3.
Respon,
yakni apa yang telah diputuskan oleh penerima untuk dijadikan sebagai sebuah tanggapan
balik terhadap pesan yang telah diterimanya.
Proses
komunikasi interpersonal

ENCODING


KOMUNIKATOR PESAN
KOMUNIKAN
RESPON DECODING
e. Hambatan – hambatan Komunikasi
Interpersonal
1) Interaksi
Kata interaksi berasal dari Bahasa Inggris interaction artinya
suatu tindakan yang berbalasan. Dengan kata lain suatu proses hubungan yang
saling pengaruh mempengaruhi. Jadi interaksi sosial (social interaction) adalah
suatu proses berhubungan yang dinamis dan saling pengatuh mempengaruhi antar
manusia.
Menurut Kimball Young dan Raymond W. Mack dalam buku Sociology ang
Social Life menyatakan bahwa : “Interaksi sosial adalah kunci dari semua
kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak akan mungkin ada
kehidupan bersama. Sementara itu Soerjano Soekamto dalam
buku Sosiologi Suatu Pengantar menyatakan bahwa : “Interaksi sosial (yang juga
dinamakan proses sosial) merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas
sosial.”Interaksi antar manusia dimaksud adalah :
a) interaksi antara individu dengan individu
b) interaksi antara individu dengan kelompok, dan
c) interaksi antara kelompok dengan kelompok.
Sehingga hasil dari pada interaksi sosial ada dua sifat kemungkinan
:
a)
Bersifat
positif, suatu interaksi yang mengarah
kerjasama dan menguntungkan. Contoh
persahabatan.
b)
Bersifat
negative, suatu interaksi yang mengarah pada suatu pertentangan yang berakibat
buruk atau merugikan. Contoh perselisihan, pertikaian, dan sebagainya.
Berdasarkan hasil interaksi yang negatif tersebut di atas maka
itulah yang menjadi hambatan dalam proses Komunikasi Interpersonal. Dalam
situasi pertentangan Komunikasi Interpersonal tidak dapat dilaksanakan dengan
baik, kalau pun dipaksakan dilaksanakan pasti kegiatan Komunikasi Interpersonal
efeknya tidak akan berhasil.
2) Kultur
Istilah kultur meruapakan penyebutan terhadap istilah budaya. Dalam
khasanah ilmu pengetahuan kata kebudayaan atau budaya merupakan terjemahan dari
kata culture. E.B. Taylor yang dikutip Koentjaraningrat dalam buku Pengantar
Ilmu Antropologi menyatakan bahwa : “Kebudayaan adalah suatu keseluruhan yang
kompleks yang meliputi keyakinan dan cara hidup suatu masyarakat yang
dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Keyakinan adalah
keseluruhan idea yang dianut meliputi religi, pemerintahan, ilmu pengetahuan,
filsafat, seni, dan adat istiadat. Cara hidup adalah pola-pola tindakan yang
berhubungan dengan soal kebiasaan meliputi makanan, pakaian, perumahan, hiburan,
estetika dan sebagainya.
Yang jadi pertanyaan sekarang, bagaimana kedudukan kultur atau
budaya dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal. Untuk sementara ini para
ahli baru meninjau hanya mengenai hambatan budaya/kulur dalam proses Komunikasi
Interpersonal terutama kegiatan Komunikasi Interpersonal lintas budaya, yaitu
diantaranya :
a)
Menyampaikan
pesan pada orang yang berlainan kultur akan mengundang perbedaan persepsi
terhadap isi pesan sehingga efek yang diharapkan akan sukar timbul.
b)
Menyampaikan
pesan verbal pada orang yang berlainan kultur tentu saja akan banyak perbedaan
dalam bahasa sehingga dalam proses kegiatan Komunikasi Interpersonal tersebut
selain hambatan dalam bahasa juga terdapat hambatan semantic, yaitu perbedaan
peristilahan dalam masing-masing bahasa.
c)
Menyampaikan
pesan verbal pada orang yang berlainan kultur disertai penekanan pesan dengan
pesan non-verbal mungkin akan mengundang penafsiran berbeda hingga tujuan
penyampaian pesan tidak akan tersampaikan.
d)
Menyampaikan
pesan pada orang yang berlainan kultur jika bertentangan dengan
adat-kebisaannya, norma-normanya maka akan terjadi penolakan Komunikasi
Interpersonal.
3)Experience (pengalaman)
Pengalaman atau
experience adalah sejumlah memori yang dimiliki individu sepenjang perjalanan
hidupnya. Pengalaman masing-masing individu akan berbeda-beda tidak
akan persis sama, bahkan pasangan anak kembar pun yang dibesarkan sama-sama
dalam lingungan keluarga yang sama pengalamannya tidak akan persis sama bahkan
mungkin akan berbeda.
Perbedaan pengalaman tentu saja menjadi hambatan dalam Komunikasi
Interpersonal, karena seperti telah di bahas di muka bahwa terjadinya heterophilious
karena salah satunya diakibatkan perbedaan pengalaman. Sehingga jika terjadi
heterophilious maka proses Komunikasi Interpersonal tidak akan berjalan dan
tujuan penyampaian
2.3 FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI TERHADAP DA’I
a. Hakikat Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan,
yaitu diterimanya proses stimulus oleh individu melalui alat indera atau
sensoris. Namun proses seperti itu tidak
berhenti begitu saja, melainkan proses stimulus tersebut diteruskan yang
selanjutnya disebut persepsi. Sedangkan fungsi indera dalam proses tersebut
sebagai alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya, Stimulus yang di
indera kemudian oleh individu di organisasikan dan diinterpretasiakn sehingga
individu mengerti dan memahami tentang
apa yang diindera itu dan proses ini disebut persepsi.
Sedangkan menurut DR. ahmad Mubarok, MA dalam bukunya Psikologi Dakwah Persepsi dijelasakn bahwa
persepsi adalah proses member makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan
baru. Persepsi juga dapat mengubah
sensasi menjadi informasi, karena itu kekeliruan sensasi juga dapat menyebabkan
kekeliruan persepsi.
Selain pengertian diatas persepsi juga dapat dipahami sebagai
pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga memberikan makna
pada stimuli inderawi (sensory stimuli).
b. Faktor – factor yang mempengaruh persepsi terhadap da’I:
1.
Faktor
Fungsional
Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan
hal –hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai factor – factor
personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi
karakterisrik orang yang memberikan respon pada stimuli itu.
Dalam hal ini David Krech dan Richard S. crutchfield merumuskan
beberapa dalil persepsi:
Pertama: persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti
bahwa objek – objek yang mendapat
tekanan dalam persepsi kita biasanya objek – objek yang memenuhi tujuan
individu yang melakukan persepsi. Seperti halnya pengaruh kebutuhan, kesiapan
mental, suasana emosional para da’i.
Kedua: Medan perceptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi
arti. Dalam hal ini Pengorganisasian stimuli dengan melihat konteksnya.
Walaupun stimuli yang diterima tidak lengkap kita dapat mengisinya melalui interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang
kita persepsi.
Ketiga : Sifat – sifat perceptual dan kognitif dari substruktur ditentukan
pada umumnya oleh sifat – sifat struktur secara keseluruhan.
Keempat : Objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu
menyerupai satu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari strutur
yang sama.
2.
Faktor
Structural
Faktor – factor
structural semata – mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek – efek saraf
yang ditimbulkannya oleh system saraf individu. Para Psikolog Gestalt, kohler,
wartheimer (1959) dan Koffka, merumuskan persepsi yang bersifat structural,
yang kemudian disebut dengan prinsip Gestalt, menurut teori gestalt yang
pertama kali diperkenalkan oleh Max Wertheimer (1912), bahwa dalam pengamatan
atau persepsi, suatu stimulis ditangkap secara keseluruhan bukan penjumlahan
rangsangan – rangsangan kecil. Menurut teori ini apabila kita mempersepsi
sesuatu, kita mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan.
3.
Faktor
Perhatian
Perhatian
adalah proses mental dimana kesadaran terhadap suatu stimuli lebih
menonjol, dan pada saat yang sama
terhadap stimuli yang lain melemah. Sedangkan penarik perhatian sendiri dapat
datang dari luar atau pun dalam diri da’i.
4. Faktor Internal
a.
Faktor Biologis
b.
Faktor Sosiopsikologis
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa dakwah yang sungguhnya sangat mengharuskan
da’i-da’i agung yang memiliki jiwa besar, sebesar ajaran yang akan didakwahinya,
mempunyai wawasan yang berwawasan luas dan berkemampuan mengesankan serta
menghidupkan nilai-nilai keislaman dalam hati setiap umat islam. Berarti bahwa da’i itu sendiri haruslah lebih
dahulu mengerti dari dakwahnya dari pada pendengarnya. Dengan begitu dia akan
mampu menjadi penggerak dan pengendali dari dakwah tersebut. Oleh karena itu
melaksanakan dakwah bukanlah pekerjaan yang mudah, baik dari sisi pelaku maupun
dari sisi penerima seruan.Sebab dakwah tidak bisa di terima oleh setiap manusia
atau mad’u.
DAFTAR
PUSTAKA
Aziz, Moh, Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Prenada
Media, 2004.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Faizah, Psikologi Dakwah.
Jakarta: Kencana Media, 2006 .
Mubarak Ahmad, Psikologi Dakwah, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2002.
Qardhawi, dr yusuf, Kritik dan Saran Untuk Para
Da’i, Jakarta: Media Dakwah, 1998.
Rakhmat Jalaludin, Psikologi Komunikasi,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994.
Syabibi, m. Ridho, Metodologi Ilmu Dakwah, Kajian
Ontologis Dakwah Ikhwan Al-safa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Ahmad Mubarok, MA Psikologi Dakwah, hal 109
Jalaluddin
Rahmat, M. Sc. Psikologi Komunikasi, hal.51
Ahmad
Mubarok, MA Psikologi Dakwah, hal 110